Mahasiswa UNY Temukan Penyebab Utama Kecelakaan pada Pendakian Gunung

Sebelum kegiatan montaineering ada baiknya baca artikel ini terlebih dahulu

Pendakian gunung merupakan aktivitas yang menyenangkan dan semakin banyak dilakukan oleh seluruh kalangan sejak beberapa tahun belakangan ini. Selain untuk sarana olahraga, aktivitas ini juga bermanfaat untuk media pembelajaran dan pelatihan hingga kegiatan semacam observasi untuk kepentingan penelitian.

Pegunungan selalu menyajikan keindahan alam dan pemandangan yang menakjubkan khas panorama Indonesia dengan berbagai jenis vegetasi yang beragam, hal inilah yang menjadi salah satu tujuan masyarakat melakukan pendakian gunung.

Namun, sebagai kegiatan yang menyenangkan, bukan berarti mendaki gunung ini tidak memiliki risiko. Beberapa tahun terakhir, yaitu sejak Januari 2012 hingga April 2015 ditemukan sebanyak 114 korban hilang dan meninggal saat melakukan aktivitas pendakian gunung.

Menurut berbagai sumber yang menjadi headline di media massa tercatat kejadian kecelakaan sebanyak 11 pendaki di Gunungapi Merapi, 4 di Gunungapi Semeru, 17 tersesat di Gunungapi Kerinci, 11 di Gunungapi Lawu, 3 meninggal di Gunungapi Arjuna, 25 di Gunungapi Wilis, 11 di Gunungapi Slamet, dan sebanyak 33 pendaki mengalami kecelakaan dan meninggal di Gunungapi Merbabu. Terbaru, April 2017 lalu terjadi kecelakaan di Dieng dengan jumlah korban hingga belasan orang.

Terjadinya kecelakaan dapat disebabkan oleh faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal merupakan bahaya yang  disebabkan oleh kondisi lingkungan serta  kondisi medan pendakian, sedangkan faktor internal bersumber dari dalam diri pendaki.

Faktor eksternal cenderung sulit untuk dihindari, sedangkan faktor internal masih dapat diantisipasi dengan pengetahuan lapangan, penguasaan kondisi medan, serta persiapan matang sebelum pendakian. Penguasaan medan dapat dengan membekali diri dengan info dan kondisi yang akan dihadapi oleh pendaki selama berkegiatan.

Berdasarkan alasan tersebut, 5 mahasiswa dari Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta yang terdiri dari Maulana Azkaa, Wahyu Dewi, Dita Annisa, Luqman Hakim (Pendidikan Geografi) dan Ahmad Saifi (Pendidikan IPS) di bawah bimbingan Dr. Dyah Respasti mencoba meneliti dan mengidentifikasi kerawanan kecelakaan aktivitas pendakian gunung dan akan mencoba memvisualisasikannya dalam bentuk pemodelan spasial. Penelitian ini sendiri dimulai sekitar bulan April 2017 sampai dengan Agustus 2017 dan saat ini sedang dalam proses penyelesaian laporan akhir penelitian.

Pemodelan spasial sebagai hasil penelitian ini sekaligus sebagai hasil akhir program yang didanai Kementrian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) dilakukan di Gunungapi Merbabu, karena gunung ini rata-rata paling banyak dikunjungi, dan sekaligus paling banyak terjadi kecelakaan. Kasus terakhir adalah seorang mahasiswi yang meninggal karena hipotermia.

“Pembuatan model spasial ini merupakan hasil integrasi antara kegiatan survei terestrial di lapangan dan teknologi sistem informasi geografi (SIG) dengan memanfaatkan citra satelit dan digital elevation model (DEM) sehingga dapat memvisualisasikan hasil analisis dengan tampilan 3 dimensi”, ungkap Dita.

Azkaa melanjutkan, “berdasarkan proyek ini, setidaknya ada segitiga perspektif geografi yang menjadi faktor kecelakaan gunung, yaitu geomorfologis, klimatis, dan biogeografis.”

Faktor geomorfologis membahas kecelakaan dengan mengkaitankan antara aspek kemiringan lereng, hadap lereng, jurang tepi, dan kondisi medan berdasarkan material penyusun. Sedangkan, klimatis bersumber dari kondisi suhu, kelembaban, dan kecepatan angin di lapangan, tentu akan sangat berbeda suhu dan tekanan di kaki gunung dengan puncak pegunungan. Selain itu, faktor klimatologis ini berkaitan pula dengan faktor biogeografis, yaitu kondisi vegetasi yang dijumpai di lapangan. Kondisi vegetasi dengan tinggi pohon rata-rata pendek akan memiliki risiko tersambar petir dan paparan angin.

Kondisi geomorfologis terkait dengan kemiringan lereng dan jurang tepi, hadap lereng, dan kondisi medan. Beberapa aspek tersebut akan menyebabkan kecelakaan seperti terkilir di lapangan, bahkan terperosok ke dalam jurang, selain itu biasanya terhantam batu yang berasal dari kondisi medan yang memiliki struktur material batuan yang lepas-lepas.

Kondisi klimatologis yang patut menjadi perhatian seperti suhu udara dan tekanan udara yang sangat berbeda dengan di daerah dataran rendah. Kelembaban udara juga disebabkan suhu di pegunungan yang dingin dan juga banyak mengandung air. Serta kecepatan angin yang berhembus dapat menyebabkan keseimbangan tubuh ketika mendaki terganggu.

Keadaan vegetasi di lapangan juga dapat memengaruhi kenyamanan dan keamanan ketika pendakian. Lokasi dengan vegetasi rendah cenderung dapat menyebabkan kecelakaan seperti tersambar petir dan sengatan sinar matahari yang berlebihan. Vegetasi dengan ketinggian tinggi dirasa lebih aman dari sambaran petir dan juga sengatan matahari.

Kami ingin mencoba mengembangkan hasil tersebut menjadi suatu aplikasi yang dapat digunakan dan menjadi penduan untuk masyarakat yang ingin mendaki gunung, khususnya di Gunungapi Merbabu dengan menyajikan informasi profil, geomorfologi, klimatologi, dan biogeografis. Selain itu dapat ditambahkan informasi kontak basecamp, transportasi, dan buku panduan sebagai tindak lanjut di proyek peneitian yang akan datang. Tambah Saifi.

Untuk informasi lengkap jurnal ilmiah mengenai hasil penelitian akan dipublikasikan sekitar bulan November 2017  karena masih dalam proses review di salah satu jurnal yang ada di UNY yaitu jurnal Geomedia. Selamat mencoba tantangan baru!

Luqman Hakim Photo Writer Luqman Hakim

Best Stories

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Yogie Fadila

Berita Terkini Lainnya